Undangan Pernikahan

Bismillahirrahmanirrahim…
“Undangan itu nggak perlu bagus-bagus, nggak perlu mahal-mahal, yang penting gubuk kambing gulingnya ada 5! Masa dateng-dateng makanannya udah abis,” kata seorang ‘babeh’.
Betul juga sih, undangan mahal, cuma kepake sampai hari H, abis itu sama sekali nggak bisa digunakan, kecuali dengan berbagai kreasi yang bagaimana lah. Bukan berarti cuma pake sms aja cukup siihh….
Hari ini aku dapat undangan nikahan seorang kakak kelas lewat FB, dulu satu ROHIS. Ingat jaman naker2 beras waktu pembagian zakat, beliau yang ngasih ‘honor’ naker beras, 7500 kalo gak salah, seharga beras 2,5 kilo. Orangtuanya dagang bakso di dekat SMA, enak, jadi setiap ada yang milad, aku sama temen-temen mampirnya ke sana. Jadi terharu waktu ditanyain, “Bisa datang nggak? Undangan buat Fi*** mau dikirim ke mana?” Aku jawab aja nggak usah, udah cukup undangan lewat FB, karena aku pernah kerepotan nerima undangan berantai *alias titip2an* yang akhirnya baru sampe paska pernikahan sudah berlangsung, sayang banget kan?
Terharunya? Karena kami nggak akrab, sekedar tahu satu sama lain, secaraa dia laki-laki, tapi tetep ditanyain mau dikirim ke mana undangannya, hehe. Subhanallah, ukhuwah islamiyyah.
Tapi ngomong-ngomong soal undangan, aku cerita ke Beruang soal paragraf pertama itu. Dan katanya, undangan juga menentukan amplop. Bener juga sih. Haha. Jadi inget FTV pertama yang dibuat di Banyumas, Undangan Merah dan undangan kuning. Tetangga kampung dan pejabat dibedakan undangannya, dekornya pun beda, lucu dan kreatif ceritanya. Tapi nggak segitunya juga ya, sampe dibedain undangannya. Tapi aku pernah nemuin juga sihh, undangannya beda, untuk 1 pernikahan. Kalo jamnya yang dibedain sih masih mending yah… kalo beda? Mm, ga tau juga sih. Jadi, undangannya ga usah yang mahal-mahal bener lah, simpel, elegan, tapi tetep sesuai budget yang diminimalisir bagus juga, hehehe…

Kamar Operasi-Bangsal-Kasur

Bismillahirrahmanirrahim…
Seperti yang kutulis sebelumnya di QN. Belakangan, hidupku hanya di ruang operasi, bangsal pasien, dan kasur.
Pagi hari setengah 7, sebelum matahari terbit penuh aku mulai berangkat, mengunjungi bangsal di mana pasien yang akan operasi dirawat. Lalu jam 7 lebih mulai morning report, laporan pagi tentang laporan jaga dan laporan operasi yang akan dilakukan. Lalu jam 8 atau setengah 9 mulai masuk ke kamar operasi. Biasanya sampai jam 2 kurang, masih di dalam Instalasi Bedah Sentral, untuk menunggu jadwal operasi keesokan harinya.
Setelah pembagian pasien, sore itu langsung follow up pasien, lalu melaporkan ke dokter konsulan anestesi atau residen. Biasanya kalau cepat, selesai sebelum maghrib, atau saat lab belum selesai diperiksakan, maka malamnya harus kembali ke RS untuk melaporkan hasil lab. Malamnya di rumah, mengerjakan laporan pagi sambil sesekali ngintip MP dll.
Pagi kadang sarapan sedikit, atau tidak sarapan. Siang makan di RS. Malam kadang lupa makan karena terlanjur tidur, cape. What a life. Terasa begitu cepat. Sangat cepat.
Tersenyum pada Gunung Slamet yang menjulang di perjalanan pulang, jadi hal yang sangat jarang, sekarang.

Dunia tanpa Masker

Bismillahirrahmanirrahim…

Saat harus mendampingi operasi sebagai koass anestesi yang kadang hanya sebagai sekretaris notulen laporan operasi. Sepanjang hari di dalam ruang OK. Berbalut masker, pun ketika harus keluar *tak lupa dengan jubah supaya baju tetap steril* masih dengan masker. Apalagi saat AC tiba-tiba tak berasa di ruang tertutup itu. Arrgghhhhh, aku butuh menghirup udara segar!!! Biarkan aku copot masker iniiii. Otakku berteriak-teriak. Panaaasss. Lalu saat bagian operasiku selesai, sekitar jam 2 pagi kurang sedikit, aku pindah ke OK sebelah yang dengan nyamannya AC masih menyala. Appendiktomi belum selesai, aku duduk di pojok ruangan, untuk… tidur. Nyaman.
Sementara itu, mereka masih sibuk….

Putri Tidur

Bismillahirrahmanirrahim…
Semalam aku jaga lagi. Dimulai dari hari kamis pagi, dinas sampai jam 2 siang, lanjut jaga sampai jam 2 siang tadi. Total ada 7 operasi, kebetulan aku main 2 SC, tapi jam-jam di antaranya harus balas konsulan ke-mana2. Heran juga, bulan-bulan ini banyak sekali operasi. Laparotomi, appendiktomi, kraniotomi, SC, jadi hal wajib sehari-harinya. Perasaan dulu mah ga segitunya. Anestesi harus ada di semua operasi, mulai dari persiapan sampai terakhir, jadi ya siap-siap nggak tidur.
Karena udah banyak operasi yang ngantri, di sela-sela nunggu jawaban konsul atau nunggu operasi sebelumnya selesai, aku milih buat tidur. Temenku sampe heran, aku bisa tidur di mana aja, cepet pules, dan suka lupa daratan. Tapi bermanfaat juga, nggak kayak hari pertama jaga yang bener-bener tidurnya pas udah di ruang koass, begitu selesai jaga langsung jadi putri tidur dah. Sekarang, masih bisa maen dulu nih, hehe. Jadi, tidurlah saat ada waktu. It works, trust me. 😀
Bahkan, di jam-jam pengawasan keadaan ibu yang akan melahirkan, yang notabene dilakukan dalam waktu tiap 30 menit, aku sempetin dulu tidur, dengan kaki diangkat ke atas. Nggak lupa alarm disetel, tapi biasanya tanpa alarm, cuma pegang jam tangan aja bisa kebangun. Muter pengawasan, tidur lagi. Gitu terus, demin menjaga stamina dan kekuatan kaki, haha.

When I become a model

Bismillahirrahmanirrahim…

meranggasupstairbehind the doorJogja Land

Foto I : Diambil di taman Satria, fotografer : My Hunbun. Saat meranggas.
Foto II: Diambil di Masjid Bawah tanah komplek Taman Sari, Jogja. Fotografer: lupa.
Foto III: Diambil di rumah mbah di Cilacap, fotografer : Zedako
Foto IV : Diambil di tempat yang sama dengan foto II dengan angle berbeda, fotografer : Mba II

Berpisah Dengannya

Bismillahirrahmanirrahim…
Berakhir sudah stase ini, tepat 1 bulan. Huh, sedih juga. Kuliah-kuliah kami dengan dokter Sp.KF bener-bener sarat makna. Pelajaran kehidupan, dan selalu ku-IYA-kan, karena aku juga ngalamin hal yang sama.
Sudah terlanjur basah, nyebur aja sekalian. Kalimat yang sama pernah aku pikirkan, saat galau pada keputusanku.
Kalo jadi dokter nyari kaya, ngapain jadi dokter? Jadi dokter tu nggak nyari kaya, walaupun bukan berarti nggak boleh kaya. Kaya-lah, dengan cara yang anggun.
Di luar itu, pelajaran hidup bener-bener dapet. Bagaimana enggak? Setiap hari kami disuguhi pemandangan yang berulang, brankar keranda berlapis kain hijau berbau khas. Di luar mati wajar itu, kami juga melihat dengan mata kepala kami mati tak wajar. Merasakan betapa merananya seseorang yang saat itu sudah tak bisa lagi mengulangi kehidupan. Menyesalnya ia kalau ia tahu betapa ia meninggal dalam keadaan yang su’ul khotimah.
Begitulah manusia, harus selalu diingatkan, kalau tidak maka akan dengan mudah melupakan.

My first Spaghetti Aio Oio

Bismillahirrahmanirrahim…
Hari ini aku eksperimen spageti. Biasanya bikin bolognese aja yang gampang dan kaya rasa, hari ini bikin carbonara dan aglio e olio.
Carbonara tu pake saus putih, jadi gak pake saus tomat. Sedangkan aio oio alias aglio e olio cukup minyak olive dan garlic.
Resepnya biasa aja, untuk carbonara, tumis mentega, masukkan bawang bombay, tuang tepung terigu (cair), tuang susu putih, sambil terus diaduk sampai licin, masukkan daging (asap) karena aku nggak ada, pake kornet. Trus masukkan jamur kancing *ga pake juga*. Tambah garam, lada, bubuk pala. Selesai. Aduk sama spageti yang sudah direbus di air panas + garam + minyak sampai Al dente *matang pas* siap dilahap setelah ditabur keju parut.
Untuk Aio oio, mungkin ini pertama dan terakhir kumakan. Gak suka. Untungnya aku sengaja bikin dengan porsi super mini. Resepnya gampang, cuma tumis olive oil, masukkan garlic, kornet, tambah garam lada oregano, cabe/bubuk cabe, bisa juga pake seafood, trus tuang air, campur sama spageti. Tabur keju. Sudah, cuma itu, hehe.

aglio e oliocarbonara
Aglio e olio Carbonara